Pangkalpinang, SuaraBabelNews.Com,-
Peran Guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa mungkin hampir sebagian dari kita sudah mengenal betul frasa kalimat tadi. Meski sebenarnya predikat lain yang menyertainya tentu lebih banyak dikarenakan fungsi Guru sebagai tenaga pendidik dan profesi yang mencetak generasi penerus bangsa. Nah sore ini redaksi mendapat kiriman naskah dari praktisi pendidik atau Guru yang berada di SMPN 1 Bangka Tengah, 10/03/2022.
Isi naskah sendiri merupakan sebuah sumbangsih atau buah pikiran, yang secara garis besar dapat dikatakan bahwa adanya program Guru Penggerak yang digagas oleh Kemendikbud merupakan sebuah langkah inovatif yang keberadaannya harus semaksimal mungkin dapat dijaga.
Tulisan ini terdiri dari dua sub judul, yang masing-masing isinya adalah karya tulis asli dari praktisi pendidik. Selamat membaca.
Peluang Program Guru Penggerak
Guru penggerak merupakan salah satu teroboson yang diambil oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dalam memajukuan pendidikan di Indonesia. Melalui program guru penggerak diharapkan dapat memajukan pendidikan Indonesia dengan menciptakan pembelajaran yang berpusat pada murid dan menggerakkan ekosistem pendidikan yang lebih baik.
Guru penggerak adalah program menciptakan agen di dalam ekosistem pendidikan. Program ini akan menjadi syarat menjadi pemimpin unit-unit pendidikan ke depan, selain itu guru penggerak harus memiliki karakter dari guru yang baik, punya kemauan memimpin, berinovasi dan melakukan perubahan. Dengan kata lain, guru penggerak harus mampu mendorong tumbuh kembang murid, tidak hanya di kelasnya melainkan di kelas-kelas lain untuk tumbuh secara holistik.
Program guru penggerak merupakan bentuk dari program merdeka belajar yang merupakan kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Menteri Nadiem Anwar Makarim). Program ini tentang esensi kemerdekaan berpikir yang harus didahului oleh para guru sebelum mereka mengajarkannya pada siswa-siswi. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadem Anwar Makarim menyebut, dalam kompetensi guru di level apa pun, tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada maka tidak pernah ada pembelajaran yang terjadi.
“Guru adalah kunci suksesnya pendidikan Indonesia, sebaik apapun teknologi pendidikan, kurikulum, infrastruktur pendidikan di sekolah-sekolah, tidak ada yang bisa menggantikan peran guru. Oleh sebab itu, siapkan diri anda dan siapkan guru-guru terbaik di sekolah anda untuk bergabung menjadi Guru Penggerak”, demikian disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudyaan Nadiem Anwar Makarim dalam peluncuran Program Medeka Belajar Episode 5 secara virtual padas Jumat (3/7) lalu.
Guru Penggerak untuk perubahan, guru penggerak diharapkan tidak hanya jago mengajar dan hanya berpaku pada kurikulum yang diformalkan. Namun, seorang guru penggerak akan keluar dan termotivasi untuk menjadi mentor bagi guru-guru lain, di dalam sekolah bahkan di luar sekolah. Mereka adalah agen perubahan di dalam ekosistem pendidikan. Guru penggerak harus menjadi obor, lilin di masing-masing unit pendidikan, bahkan di luar unit pendidikan dia sendiri.
Selain itu, guru penggerak nantinya akan terus menciptakan dan mengawal pencapaian profil pelajar Pancasila yang merupakan tujuan dari Merdeka Belajar, yang mempunyai enam sifat, yakni pertama, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Kedua, kreatif dalam berkarya, menemukan jalan-jalan yang tidak konvensional, beradaptasi terhadap perubahan dan selalu senantiasa berinovasi. Ketiga, bergotong royong, yaitu kemampuan berkolaborasi dan bekerja sama sebagai satu tim dan ini akan menjadi kompetensi terpenting di dunia kerja masa depan. Keempat, Kebhinekaan, yaitu mencintai keberagaman nasional, mempunyai spirit nasionalisme yang tinggi dan mencintai sesama. Kelima, kemampuan bernalar kritis, yaitu mampu memecahkan permasalahan, mampu berpikir secara kritis, mengolah informasi secara kritis, dan mampu berpikir secara terstruktur dan kuantitatif. Keenam, kemandirian, yaitu mendorong kemampuan siswa-siswi secara independen mencari ilmu sendiri, proaktif kegiatan bekerja dan belajar, serta mempunyai pemikiran mandiri sehingga tidak mudah goyah, tidak mudah mempercayai informasi. Keenam sifat tersebut harus dimiliki oleh seorang guru penggerak, hal itu dimaksudkan agar tujuan dari program Guru Penggerak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat diwujudkan.
Untuk mendapatkan program tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan melakukan rekrutmen, baik guru pegawai negeri sipil (PNS) maupun non PNS. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, pendidikan guru penggerak dilakukan dengan pendekatan andragogi dan berbasis pengalaman. “Yang lulus akan bisa berdampak besar di lingkungan dan juga menjadi bibit-bibit kepemimpinan untuk menjadi kepala sekolah, pengawas sekolah, dan instruktur pelatihan guru. Kami prioritaskan dari grup guru penggerak ini dan berkolaborasi dengan dinas dan pemda untuk merealisasikan ini. Ini komitmen Kemendikbud”, demikian ungkapnya.
Selain itu, program Guru Penggerak berfokus pada pedagogi, serta berpusat pada murid dan pengembangan holistik, pelatihan yang menekankan pada kepemimpinan instruksional melalui on the job coaching, pendekatan formatif dan berbasis pengembangan, serta kolaboratif dengan pendekatan sekolah menyeluruh.
Pada tahap awal, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menargetkan setidaknya 2.800 calon guru penggerak, dan akan meningkat hingga 405.000 guru pada 2024. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan buka kesempatan sebesar-besarnya untuk guru-guru terbaik, baik PNS maupun non PNS, untuk bisa mendaftar. Demikian disampaikan oleh Bidang Pengembangan kepemimpinan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Iwan Syahril.
Untuk mewujudkan program tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan menyiapakn tiga modul pelatihan yang digunakan. Paket pertama adalah paradigma dan visi guru penggerak dengan materi refleksi filosofi pendidikan Indonesia-Ki Hadjar Dewantara. Di paket ini ada nilai-nilai dan visi guru penggerak, serta membangun budaya positif di sekolah ditanamkan. Paket kedua adalah praktik pembelajaran yang berpihak pada murid dengan materi pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran sosial dan emosional, dan pelatihan (coaching). Paket ketiga adalah kepemimpinan pembelajaran dalam pengembangan sekolah. Dalam paket ini materi menjelaskan tentang pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, pemimpin dalam pengelolaan sumber daya, dan pengelolaan program sekolah yang berdampak pada murid.
Melalui visi Merdeka Belajar, guru penggerak diharapkan dapat mencetak sebanyak mungkin agen-agen transformasi dalam ekosistem pendidikan yang mampu menghasilkan murid-murid berkompetensi global dan berkarakter Pancasila, mampu mendorong transformasi pendidikan Indonesia, mendorong peningkatan prestasi akademik murid, mengajar dengan kreatif, dan mengembangkan diri secara aktif.
Tantangan program guru penggerak
Selain memiliki peluang untuk mewujudkan kemajuan pendidikan di Indonesia. program guru penggerak juga memiliki tantangan, berupa isu pendidikan yang berlarut, seperti keberadaan guru honorer dan ketersediaan infrastruktur sekolah. Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keteranganya, bahwa guru honorer itu harus masuk dalam peta jalan karena ini menyangkut masalah kesejahteraan yang selama ini puluhan tahun tidak pernah ada solusi. Selain itu infrastruktur sekolah juga harus masuk dalam peta jalan pendidikan karena masih banyak sekolah rusak, ”, ungkpanya.
Permasalahan lainnya ialah memasuki angkatan kelima program guru penggerak (PGP), masih ada nuansa ketidakpastian kelanjutan program tersebut di masa depan. Muncul kekhawatiran dari insan pendidikan, termasuk oleh guru penggerak, bagaimana nasib PGP setelah tahun 2024
Pertanyaan kritis itu didasari histori berulang dalam laku kebijakan pendidikan nasional. Ganti menteri ganti kebijakan. Selama ini kebijakan pendidikan lebih bernuansa selebrasi karena konsistensi dan keberlanjutannya tidak berlangsung lama. Sirkulasi kebijakan yang tidak berlanjut akhirnya menjadi kekhawatiran dari insan pendidikan.
Tentu kita masih ingat persoalan kurikulum yang mengalami penyesuaian, jika tidak ingin disebut mengalami perubahan, begitu merepotkan. Kondisi itulah yang oleh Niels Mulder disebut bahwa dunia pendidikan di Indonesia mengarah ke ideologisasi. Muatan kurikulum hanya dibebani nalar elite. Sedangkan misi ilmu dan identitas kultural makin lenyap. Ajaran Ki Hadjar Dewantara pun terlupakan oleh rangsangan kapitalisme dan globalisasi (Mawardi, 2014).
Sejatinya PGP adalah strategi tepat untuk mewujudkan transformasi pendidikan Indonesia. Dengan PGP akan lahir pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid secara holistis. Termasuk mampu menggerakkan ekosistem pendidikan dengan keteladanan dan sebagai agen untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila.
Ketika Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjadikan guru sebagai tema besar dalam kebijakan Merdeka Belajar episode ke-5 dengan PGP, seharusnya insan pendidikan merespons dan mendukung dengan antusias. Faktanya, ada banyak sekali tantangan yang dihadapi guru penggerak.
Tantangan tersebut dapat dipetakan pada dua tahap. Tahap pertama ketika calon guru penggerak (CGP) masih mengikuti proses pendidikan melalui pelatihan daring, lokakarya, konferensi, dan pendampingan selama sembilan bulan. Akan ada banyak sekali kondisi yang dihadapi selama CGP mengikuti pendidikan. Karena itu, konsistensi dan konsekuen adalah kunci untuk dapat menyelesaikan proses pendidikan.
Selain itu, tidak sedikit guru lain yang menggunjing, termasuk ada kepala sekolah yang memandang guru yang ikut PGP hanya untuk memenuhi hasrat pribadi. Hanya mengejar jenjang karier untuk menjadi kepala sekolah. Dengan persepsi demikian, tentu akan sulit bagi guru penggerak mewujudkan perubahan positif jika lingkungan terdekatnya tidak memberikan dukungan. Apalagi jika kemudian kepala sekolah menarik dukungan kepada CGP untuk mengikuti pendidikan.
Tantangan tahap kedua adalah ketika CGP sudah menyelesaikan pendidikan dan mendapatkan sertifikat 306 jam pelajaran dan dinyatakan sebagai guru penggerak. Tantangan ini tidak kalah berat dibandingkan dengan tantangan tahap pertama. Guru penggerak mengemban misi kemuliaan dan keadaban. Tidak hanya terbatas pada tergerak dan bergerak untuk peningkatan kompetensi dirinya. Lebih dari itu, mereka juga harus menggerakkan ekosistem pendidikan di sekitarnya.
Tantangan berikutnya seperti di awal tulisan ini mengenai kekhawatiran keberlanjutan PGP setelah tahun 2024. Target yang dicanangkan Kemendikbudristek pada 2024 akan lahir 405.000 guru penggerak. Tantangan berupa kekhawatiran diri tentu memberikan konsekuensi besar karena berkaitan dengan motivasi dalam diri guru penggerak.
Pada titik inilah guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran harus berpegang pada nilai dan peran guru penggerak. Lima nilai guru penggerak: berpihak kepada murid, mandiri, kolaboratif, reflektif, dan inovatif, harus menjadi bagian dari identitas yang melekat dalam diri guru penggerak.(*)
Oleh Leni Wahyuni,S.Pd
GURU BAHASA INDONESIA
SMPN 1 NAMANG BANGKA TENGAH